Jumat, 25 Oktober 2013

Sejarah Butta Panrita Lopi




Sejarah Singkat Mitologi penamaan "Bulukumba", konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu 
"Bulu’ku"dan "Mupa" yang dalambahasa Indonesia berarti "masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya". Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke – 17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar diSulawesi yaitu kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Di pesisir pantai yang bernama "tanah kongkong", disitulah utusan Raja Gowa dan



Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing. "Bangkeng Buki", yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompo Battang diklaim oleh pihak kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak kerajaan Bone berkeras mempertahankan Bangkeng Buki sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan. Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis "Bulukumupa", yang kemudian pada tingkatan dialeg tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi "Bulukumba".

Konon sejak itulah nama Bulukumba mulai ada, dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten. Peresmian Bulukumba menjadi sebuah nama kabupaten dimulai dari terbitnya Undang–undang nomor 29 tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah–daerah Tingkat II di Sulawesi, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba nomor 5 tahun 1978, tentang Lambang Daerah. Akhirnya setelah dilakukan seminar sehari pada tanggal 28 Maret 1994 dengan narasumber Prof. Dr. H. Ahmad Mattulada (ahli sejarah dan budaya), maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Bulukumba, yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah nomor 13 tahun 1994.secara yuridis formal Kabupaten Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat II setelah ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba oleh DPRD Kabupaten Bulukumba pada tanggal 4 Februari 1960 dan selajutnya dilakukan pelantikan Bupati Pertama yaitu Andi Patarai pada tanggal 12 Februari 1960.

Adakah Orang Selain Orang Islam Masuk Surga?!

Tanya:

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,

1. Menurut Al-Qur'an/ Hadist apakah ada orang kristen/ nasroni yang akan masuk    surga?

2. Orang-orang yang kafir/ orang diluar islam besok di akhirat apakah kekal di dalam neraka?Bagaimana yang dari sejak lahir hingga mati memang tidak pernah mengenal islam?

3. Apakah yang harus saya lakukan bila saya di undang oleh kerabat/ teman
sepekerjaan saya untuk menghadiri hari besar agamanya/ natal? Kalo menghadiri apa   hukumnya? Kalo  tidak datang saya harus bicara gimana?. Saya hanya menghormati teman saya tersebut, dan tidak ingin  menyakiti hatinya.

4. Apa hukumnya mengucapkan Selamat Hari natal?

Jawab:

Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Amma ba’du.

1- Menurut al-Qur`an dan hadits hanya orang mukmin atau muslim yang masuk surga.

2- Orang-orang kafir kekal di neraka selama-lamanya. Apa iya ada orang yang sejak lahir tidak mengenal  Islam?

3- Hari Raya mereka adalah kebatilan, seorang muslim tidak patut menghadirinya karena hal itu bisa    menjadi wujud pengakuan terhadapnya. Bilang saja kepadanya, agama saya tidak membolehkan.

4- Tidak boleh.

Renungan

Allah ta’ala berfirman: (yang artinya) “Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”  (QS. Al-Baqarah : 216)

Berkata Ibnul Qoyim Rohimahulloh
Didalam ayat ini terdapat beberapa hikmah, rahasia-rahasia, dan kemaslahatan bagi seorang hamba. Sesungguhnya hamba tatkala mengetahui bahwa sesuatu yang dibenci kadang datang berbarengan dengan hal-hal yang dicintai, dan hal-hal yang dicintai kadang datang dengan hal-hal yang di benci. Dengan hal ini seseorang Tidak aman tatkala mendapatkan kesenangan akan selalu diiringi dengan sesuatu bahaya, dan sesuatu yang bahaya akan diiringi dengan hal-hal yang kebahagiaan kerena tidak ada seorangpun yang mengetahui hari esok , sesungguhnya Allah maha mengetahui dan kalian tidak mengetahui. Sehingga mewajibkan bagi seorang hamba mempunyai beberapa perkara, yaitu:

1. tidak ada yang hal mendatangkan manfaat, kebahagiaan kecuali ia harus melakukannya walaupun ia anggap itu berat dan menyakitkan. Karena pada akhirnya ia akan mendapatkan kebaikan, kebahagiaan, kelezatan, dan kegembiraan, walaupun jiwanya sangat membenci hal itu tetapi hal itu lebih baik baginya, sebaliknya tidak ada hal yang sangat membahayakan kecuali tatkala ia melanggar larangan-larangan Allah walaupun hawa nafsunya sangat cinta, dan selalu mendorong kepada hal itu. Karena pada akhirnya akan membuahkan kesakitan, kepedihan, kesedihan, keburukan, mushibah. Sedangkan tugas akal ini adalah mengemban hal-hal yang ringan untuk mendapatkan kelezatan yang sangat besar, kebaikan yang banyak dan menghindari kesenangan yang semu karena pada akhirnya akan mendatangkan kesengsaraan yang lama dan keburukan yang panjang.
Orang yang bodoh hanya melihat sesuatu itu pada permulaannya saja, seakan-akan perkaranya selalu susah, sengsara dari awalnya sampai akhir. Sedangkan orang yang yang pintar berakal melihat sesuatu perkara pada tujuan akhirnya. Dia melihat akhir semua perkara dan kemaslahatan dari perkara itu. Bahwa dibalik itu semua ada kebaikan yang besar bagi dirinya.
Dia melihat larangan-larangan Allah ibarat makanan yang lezat yang terdapat racun yang membahayakan. Setiap kali ia ingin memakannya maka ia tahan karena terdapat racun didalamnya. Sebaliknya tatkala ia melihat perintah-perintah Allah ibarat obat yang pahit yang membawa kesembuhan dan kesehatan, setiapkali ia menghindari dari obat tersebut hatinya selalu mendorongnya untuk meminum obat tersebut karena terdapat kesembuhan dan kesehatan didalamnya. Akan tetapi didalam hal ini seseorang harus mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang sangat mendalam dari permulaanya, disertai dengan kesabaran yang sangat kuat didalam menjalani terapi yang sangat pahit dan berat ini, hingga ia mendapatkan hasil yang memuaskan, dan kesembuhan yang sempurna. Apabila keyakinan dan kesabaran hilang darinya akan luput pula kesembuhan tersebut. Dan apabila keyakinan dan kesabarannya menguat akan semakin ringan bebannya didalam mencari kebaikan yang abadi dan kelezatan yang kekal selamanya.

2.Diantara rahasia dari ayat ini adalah, mewajibkan bagi seorang hamba untuk selalu menyerahkan perkaranya kepada Yang Maha Mengetahui hal-hal yang ghoib, mengetahui perkara yang akan datang, serta ridho terh -adap keputusan-Nya, serta menjalankan ketentuan yang Allah pilih baginya diiringi dengan mengharapkan pahala dan kebaikan dari Allah azza wajalla.

3. Dalam hal ini ia tidak boleh mencela, membantah ketentuan Allah azza wajalla. Tidak boleh mengatakan “Allah tidak adil didalam hal ini” , “kenapa Allah berbuat kepadaku seperti ini”, dan lain sebaginya dari kata-kata membantah terhadap ketentuan Allah azza wajalla. Karena bisa jadi kehancuran dan kebinasaannya itu dari apa yang ia senangi tetapi ia tidak mengetahui. Tetapi ia harus meminta dan terus meminta kebaikan kepada Alla azza wajalla terhadap musibah yang menimpanya. Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat selain daripada itu.

4. Apabila ia telah menyerahkan semuanya kepada Allah, dan telah ridha dari ketentuan yang Allah pilih baginya, maka Allah akan menolongnya dengan kekuatan dan kesabaran, akan Allah palingkan baginya segala mushibah dan malapetaka dari dirinya. Dan Allah tampakan padanya kebaikan yang banyak yang sebelumnya belum pernah terjadi padanya.

5. Allah perlihatkan bagi diri hamba tersebut keburukan-keburukan setelahnya pada setiap keinginannya. Sehingga ia bisa konsentrasi menerima taqdir dan ketentuan dari-Nya dan mentadaburi ketentuan Allah yang kadang ia sadar terkadang juga tidak menyadarinya. Akan tetapi iapun tidak bisa keluar dari takdir Allah azza wajalla. Kalu seandainya ia ridho menerima ketentuan Allah terhadap dirinya maka ia akan menjadi hamba yang bersyukur dan terpuji dan kalau tidak, maka ia tetap dalam ketentuan Allah, tidak bisa keluar darinya dan diapun menjadi tercela dan celaka karena ia memilih ketentuannya sendiri. Selama ia menyerahkan semuanya kepada Allah serta ridho kepada-Nya maka Allah akan meringankan terhadap musibahnya.